Senin, 27 Februari 2017

SISTEM PERADILAN INDONESIA

Pernahkan kalian melihat jalannya persidangan secara langsung atau melihat siaran langsung dari televisi? Persidangan kasus apakah yang pernah kalian saksikan? Korupsi atau pembunuhan atau sidang perceraian? 
Di Indonesia peradilan terbagi dua, yaitu Peradilan Umum dan Peradilan Khusus. Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya, baik menyangkut perkara pidana maupun perkara-perkara  perdata. Peradilan khusus terdiri atas peradilan agama, pengadilan militer dan peradilan tata usaha negara. Ketiga peradilan ini mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Pasal 10 tentang kekuasaan kehakiman, bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 demi terselenggaranya negara hukum berdasarkan Pancasila. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya, dan Mahkamah Konstitusi. Badan Peradilan yang ada di Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkup peradilan umum (pidana dan perdata), peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Untuk keterangan lebih jelas, berikut akan digambarkan hierarki lembaga peradilan yang ada di Indonesia. 
 a) Lingkungan Peradilan Umum 
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili ditingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. Selain itu, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah langsung.
Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung berperan dalam proses pembinaan lembaga peradilan yang berada di bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam  pembinaan, organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan

b) Lingkungan Peradilan Agama Peradilan Agama adalah Peradilan Agama Isla)am. Peradilan agama berperan dalam memeriksa dan memutus sengketa antara orang-orang yang beragama Islam mengenai bidang hukum perdata tertentu yang harus diputuskan berdasarkan Syariat Islam, misalnya sengketa yang berkaitan dengan thalaq (perceraian), waris, pernikahan, dan sebagainya.

c) Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Contoh kasus yang ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Surat Keputusan (SK)  Pemerintah Kota Bandung dengan pengelola Hotel Planet mengenai izin pendirian bangunan.

d) Lingkungan Peradilan Militer Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi: 1) anggota TNI, (2) seseorang yang menurut undang-undang dapat dipersamakan dengan anggota TNI, (3) anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI menurut undang-undang, (4) seseorang yang tidak termasuk ke dalam huruf 1, 2, dan 3 tetapi menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Perundangundangan  harus diadili oleh pengadilan militer.

e) Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Info Kewarganegaraan Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut. 1. Adanya perlindungan dari pemerintah kepada warganya. 2. Jaminan kepastian hukum. 3. Berkaitan dengan hak-hak warga negara. 4. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya. Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut.
(1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (3) Memutus pembubaran partai politik.7Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga memenuhi tindakan berikut. (1) Melakukan pelanggaran hukum berupa: a. pengkhianatan terhadap negara, b.  korupsi, c. penyuapan, dan d. tindak pidana berat lainnya. (2) Melakukan perbuatan tercela. (3) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Macam-macam Lembaga Peradilan
Tahukah kalian bahwa lembaga peradilan pun diklasifikasi sesuai dengan perkara yang sedang disidangkan. Berikut badan peradilan nasional sesuai klasifikasinya.
Peradilan Sipil terdiri atas Peradilan Umum dan Peradilan Khusus
1) Peradilan Umum, yang meliputi: a. Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. b. Pengadilan  Tinggi berkedudukan di ibu kota propinsi. c. Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota negara.
2) Peradilan Khusus, yang meliputi: a. Pengadilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. b. Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan di ibu kota provinsi. c. Peradilan Syariah Islam, khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. d. Pengadilan Tata Usaha Negara yang  berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. e. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota propinsi. f. Peradilan Militer. g. Mahkamah Konstitusi.

Tugas individu
1. Apa yang di maksud dengan pengadilan dan peradilan ?
2. Apa yang dimaksud dengan hukum pidana dan hukum perdata? Jelaskan perbedaannya jika ditinjau dari proses hukum !
3. Mengapa peradilan militer dibedakan dengan peradilan lainnya ? Berikan contohnya !
4. Apa yang dimaksud dengan kasasi? Jelaskan fungsi dan wewenang MA dan MK !
5. Permasalahan mengenai korupsi ditangani oleh pengadilan apa ?
6. Bagaimana kaitannya dengan pemberantasan korupsi ?

Terima kasih tekah mengunjungi blog ini
semoga bermanfaat...!!!

Minggu, 19 Februari 2017

HUBUNGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH DI ERA OTONOMI DAERAH
Hubungan antara pusat dan daerah merupakan sesuatu yang banyak diperbincangkan, karena masalah tersebut dalam prakteknya sering menimbulkan upaya tarik-menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan . Terlebih dalam negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali. Alasan menjaga kesatuan dan integritas negara merupakan salah satu alasan pemerintah pusat untuk senantiasa mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan dengan mengesampingkan peran dan hak pemerintah daerah untuk ikut terlibat langsung dan mandiri dalam rangka mengelola serta memperjuangkan kepentingan daerahnya. Dominasi pemerintah pusat atas urusan-urusan pemerintahan telah mengakibatkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam negara kesatuan (eenheidstaat) menjadi tidak harmonis atau bahkan berada pada titik yang mengkhawatirkan sehingga timbul gagasan untuk mengubah negara kesatuan menjadi negara federal. Dengan perktaan lain, gagasan negara federal atau negara serikat dapat dipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang dianggap berlebihan (a highly centralized government), di samping terdapat sebab lain seperti hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang dianggap kurang adil (soal prosentase) yang merugikan daerah.
Di dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan,hubungan pengawasan,dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah.
1.      Hubungan Kewenangan
Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat.Atau kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitannya dengan otonomi daerah,hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (selfregelen) dan mengelola sendiri (self besturen). Sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian yakni horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Dan wewenang dalam pengertian vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintah negara secara keseluruhan.
Desentralisasi yang dianut dalam konsep negara kesatuan pada akhirnya juga akan mempengaruhi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah , khususnya yang berkaitan dengan distribusi kewenangan pengaturan atas urusan-urusan pemerintahan. Oleh karena itu, adanya satuan pemerintahan yang berlapis-lapis maupun bertingkat tujuannya antara lain adalah untuk mencegah dominasi kewenangan pemerintah yang lebih tinggi. Dalam negara kesatuan , semua kekuasaan pemerintahan ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat dapat mendelegasikan kekuasaannya kepada unit-unit konstituen tetapi apa yang didelegasikan itu mungkin juga ditarik kembali.
Sejalan dengan pendapat tersebut, wolhof juga menyatakan bahwa dalam negara kesatuan pada asasnya kekuasaan seluruhnya dimiliki oleh pemerintah pusat. Artinya, peraturan-peraturan pemerintah pusatlah yang menentukan bentuk dan susunan pemerintahan daerah otonom, termasuk macam dan luasnya otonomi menurut inisiatifnya sendiri. Daerah otonom juga turut mengatur dan mengurus hal-hal sentral (medebewind) ,pemerintah pusat tetap mengendalikan kekuasaan pengawasan terhadap daerah-daerah otonom tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Clarke dan Stewart , mereka melihat bahwa terdapat tiga model hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yaitu model otonomi relatif, model agen, model interaksi. Model relatif, model ini memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah , dan pada saat yang sama tidak mengingkari realitas negara bangsa. Penekanannya adalah dengan memberikan kebebasan bertindak pada pemerintah daerah dalam kerangka kerja kekuasaan dan kewajiban yang telah ditentukan. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah oleh karenannya ditentukan oleh perundang-undangan.Pengawasan dibatasi. Pemerintah daerah meningkatkan kebanyakan dari penghasilannya melalui pajak langsung. Dalam model otonomi relatif pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang dibagi dengan pemerintah pusat atau yang berada dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Model Agensi, ini adalah model pemerintahan daerah yang dilihat terutama sebagai agen pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat. Hal ini diyakinkan melalui spesifikasi yang terperinci dalam peraturan,perkembangan peraturan dan pengawasan.
Model Interaksi, dalam model ini sulit ditentukan ruang lingkup kegiatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah , karena mereka terlibat dalam pola hubungan yang rumit, yang penekanannya ada pada pengaruh yang menguntungkan saja.
Hubungan kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusanpenyelenggaraan pemerintahan atau cara menetukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila: Pertama; urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara katagoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula. Kedua; apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa , sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.Ketiga; sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.
Berikut kewenangan/urusan daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah : Pasal 7 ayat (1) :
(1) Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,pertahanan keamanan,peradilan,moneter dan fiskal,agama, serta kewenangan bidang lain.
(2) Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan
tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
Sedangkan kewenangan/urusandaerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah : Pasal 10 ayat (1) :
(1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusn pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah.
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. politik luar negeri ; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi ; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam melakukan pendistribusian kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah, membedakan urusan yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilakukan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi dan juga ada urusan pemerintahan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.
2.      Hubungan Pengawasan
Pengertian pengawasan oleh Bagir Manan yaitu “Pengawasan (toezicht,supervision) adalah suatu bentuk hubungan dengan legal entity yang mandiri, bukan hubungan internal dari entitas yang sama. Bentuk dan isi pengawasan dilakukan semata-mata menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang. Hubungan pengawasan hanya dilakukan terhadap hal yang secara tegas ditentukan dalam undang-undang . Pengawasan tidak berlaku atau tidak diterapkan terhadap hal yang tidak ditentukan atau berdasarkan undang-undang.[29]
Sistem pengawasan juga menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata cara pelaksanaannya. Karena itu hal-hal seperti memberlakukan prinsip “pengawasan umum” pada satuan otonomi dapat mempengaruhi dan membatasi kemandirian daerah. Makin banyak dan intensif pengawasan makin sempit kemandirian makin terbatas otonom.
Sebaliknya,tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali meniadakan pengawasan. Kebebasan berotonomi dan pengawasan merupakan dua sisi dari satu lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan bandul antara kecenderungan desentralisasi dan sentralisasi yang dapat berayun berlebihan.[30]
Macam atau jenis pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sungguh sangat beragam, tergantung sudut pandang mana yang digunakan. Demikian halnya, lembaga atau institusi yang melakukan pengawasan, maka tidak mustahil akan terjadi tumpang tindih atau tidak berkaburan dalam peran dan fungsi pengawasan di lapangan. Berikut ini klasifikasi macam ruang lingkup pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah :
a)     Pengawasan dari segi Institusi (Lembaga)
Ada dua macam pengawasan pada segi ini, yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi pemerintah itu sendiri. Contoh : Inspektorat Wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah Kabupaten, Inspektorat Wilayah Kota.
Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas yang sama sekali berada di luar organisasi atau birokrasi pemerintah. Contoh : Pengawasan aspek politik oleh DPR-DPRD, Pengawasan aspek keuangan oleh BPK, Pengawasan aspek hukum oleh lembaga Peradilan, Pengawasan aspek sosial oleh Institusi Pers,Organisasi kemasyarakatan,LSM dll, Pengawasan aspek etik oleh Komisi Ombudsman Nasional.
b)        Pengawasan dari segi substansi atau objek yang diawasi Dari segi substansi maupun objeknya , pengawasan dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin atau pengawas dengan mengamati,meneliti,memeriksa,mengecek sendiri secara “on the spot” ditempat pekerjaan terhadap objek yang diawasi. Jenis pengawasan semacam ini sering disebut pula dengan sidak. Sedang pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima baik lisan maupun tertulis, mempelajari masukan masyarakat dan sebagainya tanpa terjun langsung di lapang.
Objek yang diawasi dalam jenis pengawasan ini adalah pengawasan terhadap semua urusan pemerintahan (daerah) yang telah menjadi kewenangannya. Misal berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah pengawasan pada bidang lingkungan hidup,pariwisata,pendidikan,kesehatan,pemerintahan dsb. Sifat pengawasannya bisa menyangkut soal administratifnya, dari segi legalitas hukumnya, maupun dari pertimbangan kemanfaatannya.
b)                 Pengawasan dari Segi Waktu. Pengawasan dari segi waktu dapat dibedakan ke dalam pengawasan preventif (kontrol a-priori) dan pengawasan represif (kontrol a-posteriori). Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan (masih bersifat rencana) atau sebelum dikeluarkannya kebijakan pemerintah (baik berupa peraturan maupun ketetapan).
Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan dilaksanakan atau setelah peraturan atau ketetapan pemerintah dikeluarkan.
c)                  Pengawasan Lintas Sektoral
Pengawasan Lintas sektoral adalah pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua atau lebih perangkat pengawasan terhadap program-program dan kegiatan pembangunan yang bersifat multi sektoral yang menjadi tanggungjawab semua departemen atau lembaga yang terlibat dalam program atau kegiatan tersebut.
3.                  Hubungan Keuangan
Hubungan keuangan pusat dan daerah dilakukan sejalan dengan prinsip Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana yang telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan negara dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan yang diserahkan, dilimpahkan,dan ditugasbantukan kepada daerah.
Hubungan keuangan pusat dan daerah dalam rangka otonomi daerah dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. UU Nomor 33 Tahun 2004 telah menetapkan dasar-dasar pendanaan pemerintahan daerah sebagai berikut. Sesuai dengan pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2004, penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai APBD. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi didanai APBN.
Berikut beberapa hal yang diatur dalam Perimbangan keuangan pusat dan daerah : 1. Pajak Daerah Adalah, iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. 2. Retribusi Daerah
Adalah, pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disesiakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. 3. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Adalah, pajak yang dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Pembagian hasilnya dibagi dengan imbalan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dibagi dengan rincian sebagai berikut : 1. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan 2. 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan 3. 9% untuk biaya pemungutan
Selanjutnya 10% penerimaan PBB sebagai bagian pemerintah pusat.
Alokasi untuk kabupaten dan kota sebesar 10% bagian pemerintah pusat di atas dibagi dengan rincian sebagai berikut. 1. 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota. Pembagian ini
dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar daerah. 2. 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten/kota 4. Dana Alokasi Umum (DAU)
Adalah,dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk provinsi,kabupaten/kota. Misal: Pendidikan,Kesehatan,Irigasi,Jalan dan prasarana umum,Pertanian,Kelautan dll. 5. Dana Alokasi Khusus
Adalah, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.Misal: Bidang kesehatan,Bidang Pendidikan,Bidang Infrastruktur. d. Hubungan Pusat dan Daerah Serta Susunan Organisasi
Pemerintahan di Daerah Banyaknya kantor-kantor pusat di daerah sangat mempengaruhi kemandirian otonomi. Pembentukan kantor pusat di daerah (Kanwil/Kandep) berkembang pesat selama UU Nomor 5 Tahun 1974 berlaku. Kantor-kantor ini menimbulkan dualism pemerintahan di daerah. Selain itu pemerintahan menjadi tidak efisien karena trelalu banyak koordinasi yang harus dilakukan. Apalagi diadakan pula urusan pusat dalam lingkungan satuan pemerintahan otonomi,seperti direktorat sosial politik di propinsi,kabupaten,dan kota. Kepala daerah merangkap sebagai kepala wilayah. Untuk lebih menjamin kemandirian daerah,kantor-kantor pusat di daerah dapat di serahkan pelaksanaannya kepada satuan pemerintahan otonomi melalui tugas pembantuan.
Namun pada saat itu dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 penghapusan Kanwil/Kandep merupakan suatu kemestian,karena semua fungsinya menjadi urusan rumah tangga daerah. Tetapi tidak berarti setiap Kanwil atau Kandep akan menjadi dinas daerah. Pada tingkat propinsi,pada dasarnya Kanwil mesti dibubarkan mengingat berbagai urusan tersebut menjadi urusan kabupaten atau kota, bukan urusan propinsi. Di tingkat kabupaten atau kota, mungkin dibentuk dinas baru , digabung atau dihapus. Semuanya diukur dari efisiensi dan produktifitas organisasi agar fungsi pelayanan terhadap masyarakat dapat terlaksana dengan baik.

C.3 Problematika Hubungan Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi (finansal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi yang merajai hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi gelap dari pelaksanaan otonomi daerah selama beberapa tahun perjalanannya . Hebatnya korupsi di daerah dilakukan secara serentak dan bersama-sama yang melibatkan hampir semua elit local dengan menggerogoti APBD,DAU,DAK. Korupsi telah menghancurkan ekspektasi masyarakat yang begitu besar terhadap otonomi daerah yang bisa melahirkan berkah bukan musibah.
Sepanjang pelaksanaan otonomi daerah sampai penghujung tahun 2010 kasus-kasus korupsi serentak mewarnai perjalanan otonomi daerah . Dalam Tahun 2004-2010 ada sebanyak 147 kepala daerah tersangkut kasus korupsi , 18 gubernur,17 walikota, 84 Bupati,1 Wakil Gubernur , 19 wakil bupati. Dengan estimasi total kerugian negara mencapai Rp.4.814.248.597.729.[33] Hal ini membuktikan lemahnya fungsi pengawasan dan etika dari para elit di daerah.
Demikian juga dengan daerah pemekaran sebagai buah dari otonomi daerah tidak mampu mensejahterakan masyarakat. Hampir semua daerah pemekaran boleh dikatakan stagnan dalam menjalankan roda pemerintahan. Tidak ada sesuatu yang berubah pasca pemekaran. Bahkan ada daerah pemekaran yang telah berusia lebih lima tahun tidak mampu berdiri sendiri dan masih terus disusui pemerintah pusat lewat APBN.
Ironinya kondisi pengawasan daerah saat ini masih adanya tumpang-tindih pelaksanaan pengawasan dari unsur internal maupun eksternal. Selain itu akses terhadap pengawasan sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah , belum memiliki prosedur baku, dikaitkan dengan sistem kerahasiaan dokumen negara. Selain itu, tindak lanjut pengawasan oleh pemerintah daerah yang belum transparan, termasuk belum terdapatnya , pengaturan terhadap pemberian sanksi kepada pemerintahan daerah melakukan kesalahan terhadap masyarakat dalam melakukan pelayanan publik.
Apalagi sistem koordinasi pengawasan antara aparatur , pengawasan,belum sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan pengawasan yang dikehendaki masyarakat. Dengan melihat permasalahan dan sasaran pengawasan yang ingin dibangun maka diperlukan strategi penyusunan sistem perencanaan pengawasan yang terintegrasikan antara pengawasan eksternal dan internal , penegakan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran penyelenggaraan pemerintahan, penyusunan regulasi pengawasan instansi pemerintahan daerah ,penyusunan regulasi tentang memperoleh informasi pemerintahan oleh publik.

D. KESIMPULAN


1. Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dalam 3 proses menurut
bagir manan disebut dengan proses bukan sebagai asas diantaranya sentralisasi,desentralisasi,tugas pembantuan, kaitannya dengan otonomi dalam kepustakaan dibagi menjadi 3 yaitu otonomi formil, otonomi materiil dan otonomi riil.
2. Dari bentuk-bentuk utama pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan, akan
dijumpai paling kurang tiga bentuk hubungan antara pusat dan daerah. Pertama , hubungan pusat dan daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial. Kedua, hubungan pusat dan daerah menurut dasar otonomi teritorial. Ketiga, hubungan pusat dan daerah menurut dasar federal.
3. Di dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang
menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan,hubungan pengawasan,dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah.
4. Pelaksanaan otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat dari
segi ekonomi (finansal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi yang merajai hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi gelap dari pelaksanaan otonomi daerah selama beberapa tahun perjalanannya . Hebatnya korupsi di daerah dilakukan secara serentak dan bersama-sama yang melibatkan hampir semua elit local dengan menggerogoti APBD,DAU,DAK. Korupsi telah menghancurkan ekspektasi masyarakat yang begitu besar terhadap otonomi daerah yang bisa melahirkan berkah bukan musibah.